Puding Besar, bangka.go.id - Wisata Biodiversity Sungai Upang Desa Tanah Bawah menjadi kebanggan bagi masyarakat Puding Besar. Hal tersebut juga direspon positif dan didukung penuh oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) bangka dalam hal pengembangan kedepannya.
"Tempat wisata seperti ini cukup unik dibandingkan daerah lain yang menawarkan wisata pantai. Selain itu potensi dari ikan endemik yaitu ikan tapah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berwisata," ujar Bupati Bangka yang diwakili Staf Ahli Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Surtam.
Ditambahkannya juga untuk pengembangan dan pembangunan kedepannya dapat diajukan melalui pemerintah, tetapi tentunya melalui prosedur dan tata cara yang berlaku. "Jika pengajuan dilaksanakan tahun ini mungkin realisasinya bisa dilaksanakan tahun 2021 mendatang. Sehingga peran dari masyarakatlah yang dapat langsung dirasakan secara langsung dan cepat," ungkapnya.
Kehadirian Surtam di Lingkungan Sungai Upang Desa Tanah Bawah dalam rangka kegiatan pembukaan Kemah Sahabat Alam yang diselenggarakan oleh Bangka Flora Society (BFS) bersama Komunitas Salam Upang Desa Tanah Bawah, Jum'at (20/9/2019). Kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan yang selalu dilaksanakan di tepian Sungai Upang.
Kegiatan kemah sendiri akan berlangsung selama 3 hari, terhitung dari tanggal 20 hingha 22 September 2019. Peserta kemah terdiri dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas di wilayah Kabupaten Bangka.
Melalui Ketua Pelaksana Kegiatan Kemah Hijau, Dian Rossana Anggraini mengungkapkan tercatat sebanyak 20 sekolah ikut berpartisipasi dalam kegiatan perkemahan kali ini. Sebagian sekolah juga mengirimkan 2 regu sehingga total regu yang ikut berjumlah 32 regu.
"Peserta kali ini juga sangat ramai mencapai 310 peserta. Ini juga sudah kami batasi sebelumnya mengingat kondisi lokasi saat ini masih belum memungkinkan setelah pasca kebakaran kemarin," ujarnya.
Kawasan tepian Sungai Upang berbarapa hari yang lalu terkena kebakaran. Bahkan pulau anggrek yang menyimpan ratusan jenis anggrek di dalamnya juga habis dilahab jago merah tersebut. Hal ini tentunya menjadi kabar buruk bagi seluruh pencinta alam.
"Hampir seluruh tanaman di pulau terbakar semua, tetapi beberapa anggrek yang cukup langka dapat diselamatkan. Hal ini tidak akan memyurutkan semangat kita untuk melestarikan lingkungan, tetapi menjadi cambuk bagi kita untuk terus memelihara lingkungan," ungkap Dian.
Ditambahkan Dian juga meskipun kondisi Pulau Anggrek pasca kebakaran, tetapi tetap cantik untuk dilihat. Kondisi tersebut juga menurutnya akan menjadi contoh apabila tidak memelihara alam dengan baik bagi para peserta kemah.
Pembangunan pulau anggrek sendri membutuhkan waktu bertahun-tahun. Mulai dari mendatangkan anggrek dari luar daerah hingga upaya untuk menanam di lokasi menjadi langkah awal mula pembangunan pulau anggrek di tengah Sungai Upang. Tetapi kondisi pasca kebakaran sekarang seolah-olah harus mengembangkannya kembali dari awal.